Senin, 05 Agustus 2013

Seven Circles Chapt. 1

 Di dunia ini, aku adalah seorang gadis remaja berusia 15 tahun yang sangat suka berkhayal, dan aku suka sekali dengan barbie. Aku berharap suatu saat nanti dunia yang menyebalkan ini bisa diganti dengan dunia yang ada di mimpiku. Dimana saat rumah-rumah tembok menjadi kue-kue manis, dan tanah adalah coklat. Pohon-pohon adalah permennya! Menakjubkan!

 Tapi, aku sadar dimana aku berada. Aku-hanya-gadis-dan-hidup-di-dunia-nyata.

 "Stella!" Ibuku memanggil. Aku segera turun dari kasurku dan melangkah dengan malas.
 "Ya, Bu. Aku datang." Kataku dengan lunglai. Aku berjalan ke dapur dan menghampiri ibuku yang kesulitan dengan acara masaknya."Bisa kau bantu Ibu?" tanya beliau.
 "Apa yang bisa ku bantu, Bu?" aku memperhatikan gula dan tepung berserakan di meja. Serta Ibu memegang beberapa tempat kue.
 "Kau bisa membuat adonan dari tepung itu, kemudian campur dengan coklat serbuk." Ibu menjelaskan sambil menunjuk benda-benda itu. "Baiklah..." aku mulai memasukkan tepung ke wadahnya. 'Baiklah, Stey, kau berada di keadaan darurat sekarang.' aku mendengus.

 "Kau sudah remaja. Bahkan kau bisa membantu Ibu melakukan pekerjaan rumah, sementara ayahmu sedang bekerja. Tapi, kau terlalu malas, Stey," Ibu mulai mengomeliku lagi. Ah, sudah biasa.
 "Ya, Bu." tanggapku.
 Ibu memperhatikanku sejenak. Dan beliau tersenyum. "Saat Ibu berusia sepertimu, Nenekmu pernah bercerita tentang Dunia Ajaib," kata Ibu sambil tersenyum. Aku mengadah ke Ibu. "Dunia Ajaib? Emang ada?" tanyaku. Ibu hanya menaikkan bahu.
 "Tidak, Ibu tidak tahu..." aku mulai putus asa. "Tapi, bukan berarti tidak ada," sambungnya lagi.

 Jadi sebenarnya ada?
 Atau tidak?

 "Nenekmu selalu bercerita tentang dunia yang bernama...tujuh lingkaran. Ya, begitulah katanya," Ibu menata tempat-tempat kue di atas meja. "dan, beliau berkata dunia itu hanya bisa didatangi oleh remaja perempuan," beliau menatapku. "Kenapa begitu?" aku bingung. Apa nenek dulu adalah seorang gadis sepertiku? Gadis Pemimpi?

 "Karena dunia itu, penuh sekali dengan permen, coklat, dan kue-kue!" seru Ibuku. Seperti yang ku mau, dunia itu menyediakan permen dan kue-kue. "Bagaimana agar kita bisa kesana?" tanyaku dengan antusias. Ibu melirikku. "Entahlah. Apa gadis pemalas sepertimu bisa sampai kesana atau tidak," Ibu meletakkan jari telunjuknya di dagunya. "Ibu, aku serius..." kataku dengan wajah memelas.

 "Ibu lupa. Soalnya itu sudah lama sekali." Ibu menatapku. "Ooh, kau mau ke dunia itu?" tanya Ibuku. "Yang benar saja? Aku tidak akan. Tidak mungkin ada dunia seperti itu!" kataku dengan ketus. "Bahkan kalau ada, kau juga tidak ingin kesana?"

 Aku menatap Ibuku. "Apa maksudnya?" kataku. Ibu--lagi-lagi--- menaikkan bahunya. "Mungkin kita harus cepat, ayahmu akan pulang sejam lebih cepat." Kata Ibu sambil bergegas menata kue-kue yang akan dimasukkan ke oven. Sedangkan aku hanya memperhatikannya dan berpikir.

 Seven Circles...
 Created by Mak Joya

 Malam ini aku sendirian di kamar sambil menatap bintang-bintang di langit. Aku terus memikirkan yang dikatakan Ibu siang tadi. Kemudian Ibu datang ke kamarku.
 "Sedang apa kau?" tanya Ibu. Aku tak memalingkan wajahku dari langit. "Menatap bintang," jawabku. "Untuk apa? Bukankah lebih kau ikut makan malam?" Ibumeraih lenganku dan beliau menatapku.
 "Bu... aku sedang tak bersemangat malam ini," kataku. Ibu mendengus. "Jangan buat Ibu merasa kesal, Stey," tukasnya. "Ayahmu sudah menunggumu,"
 "Baiklah," aku segera melepaskan tangannya dari bahuku dan segera turun ke dapur untuk makan malam.

 Sepanjang makan malam kami, Ayah terus bercerita dan Ibu sangat setia untuk mendengarkannya. Aku hanya diam. Kalau dunia ajaib itu benar-benar ada, aku sangat berterima kasih pada Tuhan karena Dia telah memberikan keindahan untukku sekali saja.

 Aku berharap ada keajaiban malam ini juga...

* To be continued

Seven Circles Chapt. 1

 Di dunia ini, aku adalah seorang gadis remaja berusia 15 tahun yang sangat suka berkhayal, dan aku suka sekali dengan barbie. Aku berharap suatu saat nanti dunia yang menyebalkan ini bisa diganti dengan dunia yang ada di mimpiku. Dimana saat rumah-rumah tembok menjadi kue-kue manis, dan tanah adalah coklat. Pohon-pohon adalah permennya! Menakjubkan!

 Tapi, aku sadar dimana aku berada. Aku-hanya-gadis-dan-hidup-di-dunia-nyata.

 "Stella!" Ibuku memanggil. Aku segera turun dari kasurku dan melangkah dengan malas.
 "Ya, Bu. Aku datang." Kataku dengan lunglai. Aku berjalan ke dapur dan menghampiri ibuku yang kesulitan dengan acara masaknya."Bisa kau bantu Ibu?" tanya beliau.
 "Apa yang bisa ku bantu, Bu?" aku memperhatikan gula dan tepung berserakan di meja. Serta Ibu memegang beberapa tempat kue.
 "Kau bisa membuat adonan dari tepung itu, kemudian campur dengan coklat serbuk." Ibu menjelaskan sambil menunjuk benda-benda itu. "Baiklah..." aku mulai memasukkan tepung ke wadahnya. 'Baiklah, Stey, kau berada di keadaan darurat sekarang.' aku mendengus.

 "Kau sudah remaja. Bahkan kau bisa membantu Ibu melakukan pekerjaan rumah, sementara ayahmu sedang bekerja. Tapi, kau terlalu malas, Stey," Ibu mulai mengomeliku lagi. Ah, sudah biasa.
 "Ya, Bu." tanggapku.
 Ibu memperhatikanku sejenak. Dan beliau tersenyum. "Saat Ibu berusia sepertimu, Nenekmu pernah bercerita tentang Dunia Ajaib," kata Ibu sambil tersenyum. Aku mengadah ke Ibu. "Dunia Ajaib? Emang ada?" tanyaku. Ibu hanya menaikkan bahu.
 "Tidak, Ibu tidak tahu..." aku mulai putus asa. "Tapi, bukan berarti tidak ada," sambungnya lagi.

 Jadi sebenarnya ada?
 Atau tidak?

 "Nenekmu selalu bercerita tentang dunia yang bernama...tujuh lingkaran. Ya, begitulah katanya," Ibu menata tempat-tempat kue di atas meja. "dan, beliau berkata dunia itu hanya bisa didatangi oleh remaja perempuan," beliau menatapku. "Kenapa begitu?" aku bingung. Apa nenek dulu adalah seorang gadis sepertiku? Gadis Pemimpi?

 "Karena dunia itu, penuh sekali dengan permen, coklat, dan kue-kue!" seru Ibuku. Seperti yang ku mau, dunia itu menyediakan permen dan kue-kue. "Bagaimana agar kita bisa kesana?" tanyaku dengan antusias. Ibu melirikku. "Entahlah. Apa gadis pemalas sepertimu bisa sampai kesana atau tidak," Ibu meletakkan jari telunjuknya di dagunya. "Ibu, aku serius..." kataku dengan wajah memelas.

 "Ibu lupa. Soalnya itu sudah lama sekali." Ibu menatapku. "Ooh, kau mau ke dunia itu?" tanya Ibuku. "Yang benar saja? Aku tidak akan. Tidak mungkin ada dunia seperti itu!" kataku dengan ketus. "Bahkan kalau ada, kau juga tidak ingin kesana?"

 Aku menatap Ibuku. "Apa maksudnya?" kataku. Ibu--lagi-lagi--- menaikkan bahunya. "Mungkin kita harus cepat, ayahmu akan pulang sejam lebih cepat." Kata Ibu sambil bergegas menata kue-kue yang akan dimasukkan ke oven. Sedangkan aku hanya memperhatikannya dan berpikir.

 Seven Circles...
 Created by Mak Joya

 Malam ini aku sendirian di kamar sambil menatap bintang-bintang di langit. Aku terus memikirkan yang dikatakan Ibu siang tadi. Kemudian Ibu datang ke kamarku.
 "Sedang apa kau?" tanya Ibu. Aku tak memalingkan wajahku dari langit. "Menatap bintang," jawabku. "Untuk apa? Bukankah lebih kau ikut makan malam?" Ibumeraih lenganku dan beliau menatapku.
 "Bu... aku sedang tak bersemangat malam ini," kataku. Ibu mendengus. "Jangan buat Ibu merasa kesal, Stey," tukasnya. "Ayahmu sudah menunggumu,"
 "Baiklah," aku segera melepaskan tangannya dari bahuku dan segera turun ke dapur untuk makan malam.

 Sepanjang makan malam kami, Ayah terus bercerita dan Ibu sangat setia untuk mendengarkannya. Aku hanya diam. Kalau dunia ajaib itu benar-benar ada, aku sangat berterima kasih pada Tuhan karena Dia telah memberikan keindahan untukku sekali saja.

 Aku berharap ada keajaiban malam ini juga...

* To be continued